Langsung ke konten utama

Saklar dan Muadzin

Sore itu ketika ashar tiba, aku bangun terlambat 8 menit dari waktu adzan ashar. Ternyata Masjid dekat tempatku tidur belum mengumandangkan adzan. Aku yang baru terbangun pun bergegas meluncur ke Masjid dengan jaket ROHIS yang belum ku-restleting-kan. Sampai di luaran masjid ku ambil air wudhu, dan kemudian ada jamaah yang sudah masuk di dalam berteriak padaku. "Mas ini sudah diadzani belum?", kujawab "Belum pak". Sembari ku ambil air wudhu, hanya terdengar suara kecil yang terdengar dari dalam Masjid. Dalam hati ku berkata, pasti ini salah saklarnya. Karena sebelum adzan berkumandang sempat juga terdengar suara murottal dari dalam Masjid. Setelah kuselesaikan wudhuku, aku langsung lari masuk ke dalam Masjid dan kutekan saklar yang seharusnya ditekan agar adzan bisa keluar lewat pengeras suara. Dan akhirnya adzan pun berkumandang walau bagi sebagian orang yang tidak tahu keadaan sebenarnya, akan berkata "Kok adzannya langsung Asyhadu alla ilaaha illallaah".

Setelah itu aku sadar. Seorang muadzin (di masa kini) juga harus mengerti ilmu sound system. Kedengarannya lucu bukan? Tapi memang benar begitu. Niat yang lurus, keberanian, suara bagus saja tidak cukup di masa sekarang ini. Karena di masa ini, kadang orang tak melangkahkan kakinya ke masjid, karena menunggu terdengarnya adzan lewat pengeras suara. Jika tak ada suara, maka ada rasa ragu untuk berangkat. Alasannya banyak. Takut adzan, takut dibilang adzannya telat, takut dikata "tumben adzan?". Kadang pula sudah terdengar pun malah tak segera dipenuhi panggilannnya. Benar begitu bukan?

Sebagai umat akhir zaman yang berjarak 1400 tahun dari turunnya risalah kenabian, harusnya bangga menjadi salah satu orang dari jutaan orang dari masa lalu sampai sekarang yang diberi kesempatan mengumandangkan adzan di salah satu waktu shalat diantara berjuta-juta tempat shalat dan berjuta-juta waktu shalat di dunia ini. Yang dengan adzan itu manusia beriman melangkahkan kakinya menuju Rabb-nya dan juga dengan adzan itu pula orang munafik merangkak-rangkak mencari muka. Bukankah telah jelas balasan bagi mereka yang mengumandangkan peringatan ini? Mereka, para saklar hidup pengingat waktu shalat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bersikap Sok Sibuk?

Terkadang sebenarnya kita ini sedang nggak sibuk. Tapi ngakunya sibuk. Ya begitulah manusia. Lalu bagaimanakah cara kita menyikapi diri sendiri yang sukanya sok sibuk? Sebenarnya, hidup ini bagusnya ya kita sibukkan dengan kebaikan. Mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi, segala hal yang kita lakukan dalam keseharian kita adalah kesibukan yang bermakna. Tidak hampa. Dari 24 jam yang ada, kita alokasikan waktu untuk setiap kegiatan yang akan kita lakukan. Alangkah bagusnya ketika mau tidur kita sudah muhasabah terhadap apa yang telah kita lakukan di hari itu dan telah memikirkan apa yang akan kita lakukan esok hari. Dalam kasus ini, ya semacam rencana "Mau buat baik apa saja besok?". Setelah itu, di pagi harinya hendaknya kita berusaha melakukan apa-apa yang telah kita rencanakan saban hari. Dan mulai menyibukkan dengan aktivitas kebaikan. Jika sekiranya sedang santai, cari tambahan kegiatan yang bermanfaat. Kalaupun lagi lelah dan butuh istirahat, ya bolehlah isti

Makan Bangku Sekolah

Makan Bangku Sekolah Ungkapan (judul) di atas mungkin sudah tak asing di telinga kawan-kawan. Mayoritas di masa kini, tentu kalian juga pernah memakannya bukan. Tulisan ini saya khususkan untuk sebuah kalimat yang saya buat di status WhatsApp beberapa waktu sebelum saya menulis blog ini. Kalimat tersebut tertulis… Sekolah Sik Wahh.. (Terkenal, bergengsi) Kalah Karo madrasah Sik barokah Kita mulai dari kata sekolah . Sekolah adalah kata serapan dari bahasa Inggris (school), yang berarti sebuah tempat untuk belajar. Akhiran -ah dalam bahasa Indonesia, terpengaruh dari serapan bahasa Arab. Tepatnya akhiran (ة) ta’ marbuthah yang di baca waqaf. Kata Sik berarti yang , dalam bahasa Indonesia. Kata wah adalah kata yang digunakan untuk menunjukkan kekaguman atau rasa kagum terhadap suatu subjek/objek. Kata kalah Karo memiliki makna kalah dengan. Kelompok kata tersebut digunakan untuk menyatakan perbandingan. Kata madrasah merupakan serapan dari bahasa Arab مدرسة y

Apa yang Kau Ambil Dari Kawan (Bagian I)

Apakah kamu memiliki teman? Mestinya punya. Dengan beragam keunikan yang dimiliki setiap individu tersebut, kita sering berinteraksi dengan mereka. Punya sebuah cermin? Kalau kau tidak punya, maka akan kukatakan bahwa teman adalah cerminan dari kita. Kurang lebih seperti itu. Apa yang kita lakukan akan merefleksikan siapa diri kita. Misal saja nih ya jika kita berteman dengan pemain moba. Kemudian kita sering duduk di sampingnya yang mana dia sedang men dulek-dulek smartphonenya. Maka secara tidak langsung kita pasti juga sedikit banyak tahu tentang apa yang berhubungan dengan moba. Double kill, enemy killing spree, victory, dan segenap keluarga kosakata yang ada di sana. Tapi bukan hanya itu saja yang kumaksud. Di lain hal yang bisa berpengaruh untuk kita ya, ia jadi nggak bisa diganggu gugat kalau sedang main moba dan yang sejenisnya. Ketika kita ajak dia makan misalnya, terkadang si dia lebih memprioritaskan moba ketimbang makan bareng. Ia jadi tak acuh dengan kita.