Langsung ke konten utama

Lika-liku Penuntut Ilmu

Lika-liku Penuntut Ilmu

Bukan hal yang aneh jika dalam menuntut ilmu, para penuntut ilmu menemui berbagai macam rintangan. Jika ada yang berangkat ke sekolah, ke universitas, atau ke sebuah majelis ilmu, tapi tak ada suatu rintangan yang berarti maka kembali kepada niat mengapa dia berangkat ke tempat tersebut.

Mungkin beberapa dari kita pernah mengalami kejadian ketika mau berangkat ke sekolah terus turun hujan. Ada sih rasa malas berangkat, tapi ada juga perasaan nanti kalau nggak berangkat, nggak dapet uang jajan atau nanti nggak bisa ketemu si dia. Cie si dia…

Akhirnya, niat belajar lillaahi ta’alanya kelupaan deh.

Pada dasarnya suatu amalan bergantung pada niatnya. Oleh karenanya niat harus terus-menerus diulang atau diperbarui ketika dirasa melenceng dari arah yang seharusnya. Mengapa niat sangat menentukan? Ibarat antum mau ambil uang di ATM tapi nomor sandinya lupa. Uang yang seharusnya bisa diambil akhirnya hilang begitu saja.

Memang beda lika-liku diantara penuntut ilmu itu sendiri dikarenakan niatnya. Jika ia berniat belajar hanya untuk cari kerja maka ia akan dapat itu kerja. Jika ia berniat belajar hanya untuk gelar maka ia pun dapat gelar. Tapi ketika tidak diniatkan untuk Allaah, maka apa yang dicapai akan sia-sia.

Kuat tidaknya seseorang menghadapi suatu rintangan bergantung pada individu itu sendiri. Karena, sebuah perbuatan baik diniatkan karena manusia ataupun diniatkan karena Allaah akan melalui jalan yang sama-sama terjal.

Perkara mudah atau tidaknya rintangan tergantung dari sudut pandang melihat. Jika ia ridha terhadap rintangan itu dan ia sering mengalaminya maka ia pun akan terbiasa dan akan mengatakan bahwa itu adalah hal yang mudah. Tapi, ketika ia mengalami sebuah rintangan yang baru pertama kali ia menemuinya, yang ia belum tahu apa-apa tentang rintangan tersebut. Maka ia akan menganggap bahwa rintangan tersebut terasa sangat sulit.

Berkaitan dengan rintangan, rintangan cenderung mengarah kepada hal yang sulit dihindari. Bisa berupa sesuatu yang melalaikan seperti lagu, musik, dan kata-kata kotor atau bisa pula berupa suatu udzur yang menyebabkan hati bimbang seperti turunnya hujan, macetnya lalu lintas, listrik padam, dan sejenisnya.

Pengorbanan merupakan hal yang tak terpisahkan dari para penuntut ilmu. Waktu, raga, harta dikerahkan demi sekelumit kalimat. Jika ulama terdahulu tepatnya pada zaman listrik, lampu, dan laptop belum ditemukan, mereka sangat menghargai sinar rembulan di malam hari sehingga mereka bisa membuka kitab-kitab dan mempelajarinya. Maka bagaimana dengan kita hari ini? Yang baru belum ada satu menit listrik padam sudah pada buat status yang isinya keluhan, umpatan, ditambah bumbu-bumbu kedangkalan pikiran bin kejahilan.

Sungguh jika Allaah mencintai hamba-Nya maka ia akan memberikan hamba tersebut ujian. Yang dari ujian tersebut dosanya dihapuskan dan derajatnya ditinggikan.

Yogyakarta, 27 Muharram 1440

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bersikap Sok Sibuk?

Terkadang sebenarnya kita ini sedang nggak sibuk. Tapi ngakunya sibuk. Ya begitulah manusia. Lalu bagaimanakah cara kita menyikapi diri sendiri yang sukanya sok sibuk? Sebenarnya, hidup ini bagusnya ya kita sibukkan dengan kebaikan. Mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi, segala hal yang kita lakukan dalam keseharian kita adalah kesibukan yang bermakna. Tidak hampa. Dari 24 jam yang ada, kita alokasikan waktu untuk setiap kegiatan yang akan kita lakukan. Alangkah bagusnya ketika mau tidur kita sudah muhasabah terhadap apa yang telah kita lakukan di hari itu dan telah memikirkan apa yang akan kita lakukan esok hari. Dalam kasus ini, ya semacam rencana "Mau buat baik apa saja besok?". Setelah itu, di pagi harinya hendaknya kita berusaha melakukan apa-apa yang telah kita rencanakan saban hari. Dan mulai menyibukkan dengan aktivitas kebaikan. Jika sekiranya sedang santai, cari tambahan kegiatan yang bermanfaat. Kalaupun lagi lelah dan butuh istirahat, ya bolehlah isti

Makan Bangku Sekolah

Makan Bangku Sekolah Ungkapan (judul) di atas mungkin sudah tak asing di telinga kawan-kawan. Mayoritas di masa kini, tentu kalian juga pernah memakannya bukan. Tulisan ini saya khususkan untuk sebuah kalimat yang saya buat di status WhatsApp beberapa waktu sebelum saya menulis blog ini. Kalimat tersebut tertulis… Sekolah Sik Wahh.. (Terkenal, bergengsi) Kalah Karo madrasah Sik barokah Kita mulai dari kata sekolah . Sekolah adalah kata serapan dari bahasa Inggris (school), yang berarti sebuah tempat untuk belajar. Akhiran -ah dalam bahasa Indonesia, terpengaruh dari serapan bahasa Arab. Tepatnya akhiran (ة) ta’ marbuthah yang di baca waqaf. Kata Sik berarti yang , dalam bahasa Indonesia. Kata wah adalah kata yang digunakan untuk menunjukkan kekaguman atau rasa kagum terhadap suatu subjek/objek. Kata kalah Karo memiliki makna kalah dengan. Kelompok kata tersebut digunakan untuk menyatakan perbandingan. Kata madrasah merupakan serapan dari bahasa Arab مدرسة y

Apa yang Kau Ambil Dari Kawan (Bagian I)

Apakah kamu memiliki teman? Mestinya punya. Dengan beragam keunikan yang dimiliki setiap individu tersebut, kita sering berinteraksi dengan mereka. Punya sebuah cermin? Kalau kau tidak punya, maka akan kukatakan bahwa teman adalah cerminan dari kita. Kurang lebih seperti itu. Apa yang kita lakukan akan merefleksikan siapa diri kita. Misal saja nih ya jika kita berteman dengan pemain moba. Kemudian kita sering duduk di sampingnya yang mana dia sedang men dulek-dulek smartphonenya. Maka secara tidak langsung kita pasti juga sedikit banyak tahu tentang apa yang berhubungan dengan moba. Double kill, enemy killing spree, victory, dan segenap keluarga kosakata yang ada di sana. Tapi bukan hanya itu saja yang kumaksud. Di lain hal yang bisa berpengaruh untuk kita ya, ia jadi nggak bisa diganggu gugat kalau sedang main moba dan yang sejenisnya. Ketika kita ajak dia makan misalnya, terkadang si dia lebih memprioritaskan moba ketimbang makan bareng. Ia jadi tak acuh dengan kita.