Ekspresi Kelulusan : Kebingungan Siswa dalam Menyikapi Kelulusan
Hari ini tanggal 3 Mei 2018, katanya eh katanya hari ini pengumuman kelulusan untuk siswa SLTA/sederajat. Kemarin tanggal 2 Mei-nya Hardiknas(Iya-iya, agan juga udah pada tau, hihi). Dan seperti yang kita tahu, setiap tahun kejadian seperti ini mungkin akan terus terulang. (Kejadian apa kak?). Ituloh, perayaan kelulusan yang kurang berfaedah.
Pemerintah dan sekolah tentunya tidak membolehkan aksi corat-coret maupun aksi sejenisnya. Banyak sekolah yang berusaha mencegah dengan caranya masing-masing, dan tentu ada yang berhasil ada pula yang tidak.
Di balik aksi corat-coret yang diprediksi akan terjadi sore hari nanti, mari kita pikirkan sejenak apa yang menyebabkan mereka melakukan aksi tersebut. Kira-kira apa ya? Mungkin agan juga udah pada tahu?
Manusia yang bernama siswa terikat dalam hukum gravitasi. Gravitasi membuat siswa akan saling tarik menarik dengan siswa lainnya(Up gan, jangan tanya soal fisika ke ane). Medan gaya gravitasi akan membentuk yang namanya lingkungan. Dan begitulah siswa berkumpul sesuai dengan apa yang membuat mereka tertarik dalam medan gravitasi tersebut.
Medan gaya gravitasi yang begitu kuat tersebut bahkan masih terasa kuat hingga kini. Mengapa tidak, banyak dari mereka yang ikut-ikutan begitu saja tanpa memikirkan akibatnya. Tapi ada pula yang sudah tahu akibatnya dan karena suatu sebab semacam gengsi ia tetap berada di medan gaya gravitasi itu.
Di sisi lain bagi mereka yang menginginkan berakhirnya acara semacam itu karena hanya menimbulkan pemandangan buruk saja untuk mereka, namun tak punya nyali untuk membuat aksi tandingan atau aksi pencegahan semacam ane, hihi. Sakit rasanya di hati. Rasa sakit itu akan segera reda ketika mendengar aksi nyata yang sebelumnya hanya wacana. Tapi tetap saja coretan yang tak punya banyak makna meninggkalkan luka di dalam dada.
Bekas luka itu memberi pelajaran bahwa mereka sangat optimistis lulus. Aksi yang mereka adakan sudah direka jauh-jauh hari. Solidaritas, harta, kesungguhan, mereka punya. Hanya saja jalan yang mereka lalui bukanlah jalan yang tepat untuk dilewati. Tenaga dan pikiran yang mereka keluarkan di jalan itu mungkin akan berakhir penyesalan nantinya.
Bukankah kita sebagai manusia yang bernama siswa diberi kekuatan fisik dan juga akal yang standard di antara yang lainnya. Intelegensi, emosi, visi yang ada di antara kita mungkin adalah penyebab perbedaan tata surya yang kita tempati. Tapi sekolah menyatukan kita dalam satu galaksi yang berisi bintang hidup, bintang mati, meteorit, komet, lubang hitam, dan kawan-kawannya.
Siswa itu seperti bintang. Membakar dirinya sendiri. Menyinari sekelilingnya. Suatu saat ia akan mati. Kalau ia punya ukuran minimal untuk meluruhkan dirinya dalam gravitasi menjadi lubang hitam, jadilah ia lubang hitam yang menelan dirinya sendiri, menelan benda di sekelilingnya, bahkan cahaya sekalipun tak bisa lolos darinya.
Lalu apa yang terjadi jika semua bintang telah mati?
Gelap. Tidak ada yang tahu. Tak ada manusia yang bisa melihat tanpa adanya cahaya. Dan ilmu manusia terbatas sampai di situ. Mata manusia takkan berguna lagi dalam kegelapan. Hanya hati yang tersisa. Tinggal ia percaya atau tidak.
Setiap perbuatan ada akibatnya. Bagi manusia yang telah memancarkan cahayanya untuk kebaikan, ataupun hanya memantulkannya, mungkin saja cahaya surga akan datang padanya setelah kegelapan di alam semesta.
Siswa adalah cerminan dari lingkungan, teman, dan keluarganya. Jadi udah berhenti sampai sini gak perlu dijelasin lagi. Terserah agan lah. Hehehe. Semoga bermanfaat.
Hari ini tanggal 3 Mei 2018, katanya eh katanya hari ini pengumuman kelulusan untuk siswa SLTA/sederajat. Kemarin tanggal 2 Mei-nya Hardiknas(Iya-iya, agan juga udah pada tau, hihi). Dan seperti yang kita tahu, setiap tahun kejadian seperti ini mungkin akan terus terulang. (Kejadian apa kak?). Ituloh, perayaan kelulusan yang kurang berfaedah.
Pemerintah dan sekolah tentunya tidak membolehkan aksi corat-coret maupun aksi sejenisnya. Banyak sekolah yang berusaha mencegah dengan caranya masing-masing, dan tentu ada yang berhasil ada pula yang tidak.
Di balik aksi corat-coret yang diprediksi akan terjadi sore hari nanti, mari kita pikirkan sejenak apa yang menyebabkan mereka melakukan aksi tersebut. Kira-kira apa ya? Mungkin agan juga udah pada tahu?
Manusia yang bernama siswa terikat dalam hukum gravitasi. Gravitasi membuat siswa akan saling tarik menarik dengan siswa lainnya(Up gan, jangan tanya soal fisika ke ane). Medan gaya gravitasi akan membentuk yang namanya lingkungan. Dan begitulah siswa berkumpul sesuai dengan apa yang membuat mereka tertarik dalam medan gravitasi tersebut.
Medan gaya gravitasi yang begitu kuat tersebut bahkan masih terasa kuat hingga kini. Mengapa tidak, banyak dari mereka yang ikut-ikutan begitu saja tanpa memikirkan akibatnya. Tapi ada pula yang sudah tahu akibatnya dan karena suatu sebab semacam gengsi ia tetap berada di medan gaya gravitasi itu.
Di sisi lain bagi mereka yang menginginkan berakhirnya acara semacam itu karena hanya menimbulkan pemandangan buruk saja untuk mereka, namun tak punya nyali untuk membuat aksi tandingan atau aksi pencegahan semacam ane, hihi. Sakit rasanya di hati. Rasa sakit itu akan segera reda ketika mendengar aksi nyata yang sebelumnya hanya wacana. Tapi tetap saja coretan yang tak punya banyak makna meninggkalkan luka di dalam dada.
Bekas luka itu memberi pelajaran bahwa mereka sangat optimistis lulus. Aksi yang mereka adakan sudah direka jauh-jauh hari. Solidaritas, harta, kesungguhan, mereka punya. Hanya saja jalan yang mereka lalui bukanlah jalan yang tepat untuk dilewati. Tenaga dan pikiran yang mereka keluarkan di jalan itu mungkin akan berakhir penyesalan nantinya.
Bukankah kita sebagai manusia yang bernama siswa diberi kekuatan fisik dan juga akal yang standard di antara yang lainnya. Intelegensi, emosi, visi yang ada di antara kita mungkin adalah penyebab perbedaan tata surya yang kita tempati. Tapi sekolah menyatukan kita dalam satu galaksi yang berisi bintang hidup, bintang mati, meteorit, komet, lubang hitam, dan kawan-kawannya.
Siswa itu seperti bintang. Membakar dirinya sendiri. Menyinari sekelilingnya. Suatu saat ia akan mati. Kalau ia punya ukuran minimal untuk meluruhkan dirinya dalam gravitasi menjadi lubang hitam, jadilah ia lubang hitam yang menelan dirinya sendiri, menelan benda di sekelilingnya, bahkan cahaya sekalipun tak bisa lolos darinya.
Lalu apa yang terjadi jika semua bintang telah mati?
Gelap. Tidak ada yang tahu. Tak ada manusia yang bisa melihat tanpa adanya cahaya. Dan ilmu manusia terbatas sampai di situ. Mata manusia takkan berguna lagi dalam kegelapan. Hanya hati yang tersisa. Tinggal ia percaya atau tidak.
Setiap perbuatan ada akibatnya. Bagi manusia yang telah memancarkan cahayanya untuk kebaikan, ataupun hanya memantulkannya, mungkin saja cahaya surga akan datang padanya setelah kegelapan di alam semesta.
Siswa adalah cerminan dari lingkungan, teman, dan keluarganya. Jadi udah berhenti sampai sini gak perlu dijelasin lagi. Terserah agan lah. Hehehe. Semoga bermanfaat.
Komentar
Posting Komentar